Rekomendasimetode belajar Islam sembari sibuk bekerja Terutama bagi kita-kita yang lemah imannya ini Dengan segala kesibukan bekerja, kuliah, ngurus 22 comments on LinkedIn- Kelebihan Bank Jago Syariah dapat menjadi pilihan untuk Anda yang sedang mencari aplikasi perbankan syariah. Sebenarnya perusahaan keuangan ini telah ada dari tahun 1992. Namun kembali populer dan dikenal oleh banyak orang sejak tahun satu alasan yang membuatnya kembali populer adalah karena kepemilikan 20% saham oleh Gojek. Pada tahun 2021, perusahaan ini meluncurkan aplikasi digital Jago Syariah. Peluncuran tersebut merupakan salah satu komitmen perusahaan guna meningkatkan layanan Perbankan Jago SyariahKelebihan Bank Jago Syariah adalah prinsip syariah yang digunakan. Semua kantong jago Syariah saat ini telah memakai prinsip Wadi’ah. Kedepannya direncanakan perusahaan keuangan Islam ini akan menyediakan kantong dengan pilihan prinsip wadi'ah merupakan prinsip yang berlandaskan akad wadiah yad dhamanah. Akad ini digunakan kepada produk tabungan dan bersifat titipan. Maksudnya adalah saat Anda menabung uang di bank, Anda hanya menitipkan uang kepada pihak uang tersebut dipegang oleh pihak bank, pihak bank akan mengelola uang tersebut dengan prinsip syariat Islam. Nantinya pihak Jago tidak akan menjanjikan adanya imbalan. Namun Anda dapat mengambil uang tersebut kapanpun yang anda inginkan. Selain itu kelebihan Bank Jago Syariah adalah saat akan membuat akun Jago Syariah melalui aplikasi, maka akan terjadi proses ijab dan qobul. Proses ini akan dilakukan secara digital antara Anda dengan pihak bank. Fitur dan Kelebihan Bank Jago SyariahPeluncuran aplikasi Jago Syariah diharapkan dapat membantu peran positif memacu pertumbuhan ekonomi dan industri keuangan berbasis syariat Islam. Selain itu peluncuran ini juga untuk meningkatkan kontribusi perbankan syariah terhadap perbankan ini juga memiliki beberapa fitur dan kelebihan Bank Jago Syariah. Fitur-fitur yang disediakan cukup lengkap serta menarik dan tidak jauh berbeda dari Jago Konvensional. Pengguna dapat memanfaatkan berbagai pilihan fitur tersedia agar menikmati seluruh layanan keuangan yang Fitur Kirim dan BayarSama seperti konvensional, pada Jago jenis ini juga terdapat fitur kirim dan bayar. Fitur ini dipakai saat akan melakukan proses transfer dana dan juga melakukan pembayaran tagihan. Anda juga dapat melakukan transaksi dengan sesama bank atau ke rekening bank lain. Selain itu Anda juga dapat membeli dan membayar tagihan seperti tagihan listrik dan pulsa. Akun Anda juga memiliki kemampuan untuk terintegrasi dengan ekosistem digital lain seperti Gojek, Gopay dan Bibit. 2. Fitur KantongTerdapat juga fitur kantong. Kelebihan bank Jago Syariah dari fitur kantong ini adalah dapat digunakan untuk menabung uang, menentukan target menabung serta menumbuhkan tabungan secara otomatis secara auto save. Selain kantong menabung, terdapat pula kantong bayar. Fitur ini dapat Anda gunakan sebagai sumber dana untuk membayar segala jenis kebutuhan. Anda dapat melakukan kolaborasi keuangan bersama orang-orang terdekat di dalam fitur kantong bersama. Tentu saja karena berbasis Syariat Islam, semua kantong dan transaksi akan menggunakan prinsip Fitur RencanakanSelain fitur kantong, kelebihan Bank Jago Syariah terletak pada fitur rencanakan. Fitur ini berfungsi untuk menjadwalkan transaksi berulang dan analisis pengeluaran yang perlu rincian pengeluaran. Hal ini tentu akan sangat membantu anda dalam membuat keputusan keuangan agar lebih baik fitur yang tidak dapat anda gunakan ketika memiliki akun Jago ini adalah kantong terkunci. Karena fitur ini akan menawarkan bunga yang lebih tinggi saat Anda mengunci uang selama periode tertentu. 4. Tanpa Biaya AdminKelebihan Bank Jago Syariah adalah tidak adanya biaya administrasi. Nasabah yang akan menggunakan aplikasi perbankannya, tidak akan dipungut biaya administrasi. Karena layanan ini telah menggunakan prinsip-prinsip Syariat Islam sesuai dengan kaidah yang Bank Jago Syariah akan memberikan pengalaman baru bagi nasabah. Selain itu aplikasi ini juga diharapkan akan mengakselerasikan inklusi dan literasi keuangan bagi masyarakat yang memiliki pemahaman literasi keuangan syariah Akun Rekening Jago SyariahSaat membuat akun Jago Syariah, Anda bisa memilih langsung opsi Jago Syariah bagi pengguna baru. Setelah itu Anda hanya perlu mengikuti langkah-langkah yang tersedia di aplikasi. Saat Anda memutuskan untuk berpindah akun maka tidak bisa kembali ke akun berpindah akun, nomor rekening yang ada pada setiap kantong otomatis akan berubah. Karena nomor rekening yang tersedia adalah nomor rekening baru, maka Anda harus mengulang kembali mengingatkan keluarga dan teman-teman tentang nomor rekening tersebut. Aplikasi pengelola keuangan Jago Syariah merupakan salah satu aplikasi yang menawarkan fitur-fitur menarik. Selain fitur-fitur tersebut, aplikasi ini juga menawarkan kelebihan bank Jago Syariah yang setiap proses transaksinya berdasarkan kaidah Syariat Islam.
HotPerbedaan Koperasi Syariah Dan Konvensional Ustad Erwandi Tarmizi, perbedaan bisnis syariah dan konvensional Bank Syariah vs Bank Konvensional Inilah 4 Perbedaannya 13 11 2020 Kenali Bank Syariah dan Bank Konvensional dengan Detail Sebelum memutuskan untuk memilih layanan perbankan yang paling tepat dan sesuai dengan kebutuhan adaBank syariah mempunyai pandangan berbeda tentang teknik pengelolahan bank. Pada hakikatnya sama-sama institusi keuangan yang bekerja mengelolah dan menyeimbangkan keuangan di Indonesia. Akan tetapi tekniknya … Bank Syariah Terbaik untuk Anda yang Takut Riba Baca Selengkapnya »
Sabtu30 apr 2016 rancho. Published : 7:04 AM Author : Warta Muslim. Kajian. Sabtu 30 Apr 2016. : Musholla Al Ikhlas, JL Rancho Indah No. 63RT. 08/02 Tanjung Barat. (Samping Klinik Az Zahra, Warung Haji Marhasan) Pemateri : Ustadz Sofyan Chalid Ruray. Tema : Kitab Tauhid Al Ushul Ats-Tsalatsah "3 Landasan Utama".Sudah diketahui bahwa saat ini ada begitu banyak bank yang bisa dijadikan pilihan dalam menabung. Akan tetapi memilih bank syariah rekomendasi Ustadz Erwandi bisa menjadi prioritas. Karena sudah diketahui dalam hukum agama islam, penggunaan uang itu memiliki aturannya tersendiri. Jadi tidak bisa memilih asal terlebih masalah uang sangatlah sensitif. Memang bagi sebagian orang menganggap hal ini adalah masalah sepele dan tidak perlu dipikirkan. Padahal sebenarnya masalah bank ini juga menjadi sesuatu yang serius dan perlu dipikirkan. Terlebih bagi Anda yang lebih gemar menyimpan uang di bank dari pada disimpan secara manual. Jika kurangnya ilmu pastinya akan sangat menyayangkan akan penyimpanan uang yang ternyata termasuk riba’ tersebut. Mengenal Bank Syariah, Pengertian, Tujuan dan Fungsi Agar tidak salah dalam penentuan pemilihan, akan lebih baik jika memilih bank syariah rekomendasi Ustadz Erwandi. Karena itu merupakan rekomendasi yang diberikan dari ahlinya. Akan tetapi sebelum lebih jauh membahas mengenai rekomendasi yang diberikan, pahami dulu hal dasar mengenai pengertian, tujuan dan fungsinya. Jadi Anda bukan menjadi golongan orang yang tidak tau apapun mengenai bank syari'ah. Sehingga pada saat mendengarkan rekomendasi yang diberikan oleh ahlinya bisa menerima dengan baik. Tidak sedikit pula orang yang merasa dirinya paling hebat dan merasa paling benar. Dengan sifat tersebut kemudian menjadi diri yang keras dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. 1. Pengertian Jika Anda salah satu orang yang nantinya akan mendengarkan bank syariah rekomendasi Ustadz Erwandi. Maka mulailah dari memahami pengertiannya terlebih dahulu. Pengertian dari bank syariah adalah sebuah bank yang didirikan dengan setiap aktivitas yang dijalaninya dalam melakukan usaha semuanya diatur berdasarkan prinsip dan hukum islam. Semua aturan yang ditetapkan itu berdasarkan dari fatma yang diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia MUI. Dengan begitu segala prinsip yang diambil itu berdasarkan dari ahlinya terlebih dengan kaitan aktivitas keagamaan. Bagi yang tidak mengetahuinya, bank syariah juga memiliki logo layaknya bank Indonesia. Jika pada bank Indonesia berlogo BI, maka pada bank syariah memiliki logo IB atau Islamic banking. 2. Tujuan & Fungsinya Selain memiliki pengertian, bank syariah juga memiliki tujuan juga fungsinya. Jadi pada saat nantinya Anda akan mendengarkan bank syariah rekomendasi Ustadz Erwandi, sebaiknya hal ini juga wajib dimengerti. Dengan pemahaman yang sesuai, maka ketika mendengarkan nasihat atau rekomendasi yang diberikan mampu mencernanya dengan baik. Sehingga tidak salah dalam pengambilan langkah berikutnya. Di dirikannya bank syariah ini memiliki tujuan untuk bisa menjalankan lembaga keuangan, sehingga mampu membantu pelaksanaan pembangunan dan juga menstabilkan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut juga sejalan dengan fungsi yang dimiliki oleh bank syariah yakni mencakup beberapa hal. Menurut versi OJK fungsi dari bank syariah adalah untuk menghimpun dan menyalurkan dana milik rakyat atau masyarakat khususnya umat muslim. Oleh karena itu akan lebih baik jika memilih bank syariah rekomendasi Ustadz Erwandi. Karena memang fungsi yang diberikan oleh bank syariah sangatlah beragam dan memiliki fungsi yang baik. Seperti berfungsi untuk menjalankan perekonomian sosial dalam bentuk baitul mal. Ini berupa dana yang diambil dari zakat, infak, sedekah dan berbagai dana sosial lainnya. Selain itu fungsi lain adanya bank syariah adalah untuk membantu menghimpun berbagai dana sosial yang masuk. Kemudian setelah itu disalurkan pada orang-orang yang membutuhkan. Bank Syariah Rekomendasi Ustadz Erwandi Berbicara soal bank syariah rekomendasi Ustadz Erwandi, ini akan menjadi pembahasan yang panjang. Karena pada intinya ustad Erwandi memiliki pandangannya tersendiri mengenai bank syariah. Bagi beliau, tidak semua bank yang berlabelkan syariah itu menjalankan hukum syariah yang sebenarnya. Karena ada beberapa sistem perbankan yang tetap menggunakan cara yang tidak sesuai dengan syariah islam. Oleh sebab itu maka bagi Anda yang ingin menggunakan bank syariah, sebaiknya sangat memperhatikan setiap detail hukum yang ditetapkan oleh bank tersebut. Jangan sampai salah pilih dalam menentukan bank syariah yang diinginkan. Bank yang dipercaya pasti menganut hukum syariah setidaknya memiliki prinsip atau akad murabaha. Prinsip tersebut hanya dimiliki oleh bank yang menganut hukum syariah. Oleh karena itu bank syariah rekomendasi Ustadz Erwandi adalah bank yang memiliki prinsipnya. PengalamanBagi Hasil Bank Syariah. Skema bagi hasil dari pendapatan investasi ala bank syariah ini umumnya dikenal dengan sebutan "equivalent rate"
MENCARI SOLUSI BANK SYARIAHOlehUstadz Muhammad Arifin Badri MASegala puji hanya milik Allah Ta’ala, Dzat yang telah melimpahkan berbagai kenikmatan kepada kita. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam , keluarga, dan seluruh sahabatnya. Islam –segala puji hanya milik Allah– bersifat universal, mencakup segala urusan, baik yang berkaitan dengan masalah ibadah maupun muamalah, sehingga syariat Islam benar-benar seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’alaاَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗPada hari ini, telah Aku sempurnakan untukmu agama mu, dan telah aku cukupkan atasmu kenikmatan-Ku, dan Aku ridha Islam menjadi agamamu”. [al-Mâ`idah/53]Al-hamdulillah, fakta ilahi ini mulai disadari kembali oleh umat Islam, sehingga kini, kita mulai mendengar berbagai seruan untuk menerapkan syariat ilahi ini dalam segala aspek kehidupan. Termasuk wujud dari kesadaran ini, yakni berdirinya berbagai badan keuangan perbankan yang mengklaim dirinya berazaskan syariat. Fenomena ini patut mendapatkan perhatian, partisipasi dan dukungan dari kita, agar laju perkembangan dan langkahnya tetap lurus sebagaimana yang digariskan syariat Islam. Dan pada kesempatan ini, saya ingin sedikit berpartisipasi, yaitu dengan menyebutkan beberapa hal, yang menurut hemat saya perlu yang saya lakukan ini, mendapat tanggapan dan respon positif dari saudara-saudara kita yang berkepentingan dalam masalah Pertama Peranan Ganda Perbankan syariat yang ada telah mengklaim bahwa mudharabah merupakan asas bagi berbagai transaksi yang dijalankannya, baik transaksi antara nasabah pemilik modal dengan perbankan, maupun transaksi antara pihak perbankan dengan nasabah pelaku usaha. Akan tetapi, pada penerapannya, saya mendapatkan suatu kejanggalan, yaitu peran status ganda perbankan yang saling menjelaskan permasalahan ini, cermatilah skema 1. Skema Peran Perbankan SyariahBank berperan sebagai pelaku usaha, yaitu ketika berhubungan dengan nasabah sebagai pemilik modal. Namun dalam sekejap status ini berubah, yaitu bank berperan sebagai pemodal ketika pihak perbankan berhadapan dengan pelaku usaha yang membutuhkan dana untuk mengembangkan ganda yang diperankan perbankan ini membuktikan bahwa akad yang sebenarnya dijalankan oleh perbankan selama ini adalah akad utang piutang, dan bukan akad mudharabah. Yang demikian itu, karena, bila ia berperan sebagai pelaku usaha, maka status dana yang ada padanya adalah amanah yang harus dijaga sebagaimana layaknya menjaga amanah lainnya. Dan yang dimaksud dengan amanah dari pemodal, ialah mengelola dana tersebut dalam usaha nyata yang akan mendatangkan hasil keuntungan, sehingga bank, tidak semestinya menyalurkan modal yang ia terima dari nasabah pemodal ke pengusaha lain dengan akad mudharabah. Sehingga, bila ia berperan sebagai pemodal, maka ini mendustakan kenyataan yang sebenarnya, yaitu sebagian besar dana yang dikelola adalah milik an-Nawawi berkata, “Hukum kedua tidak dibenarkan bagi pelaku usaha mudharib untuk menyalurkan modal yang ia terima kepada pihak ke tiga dengan perjanjian mudharabah. Bila ia melakukan hal itu atas seizin pemodal, sehingga ia keluar dari akad mudharabah pertama dan berubah status menjadi perwakilan bagi pemodal pada akad mudharabah kedua ini, maka itu dibenarkan. Akan tetapi ia tidak dibenarkan untuk mensyaratkan untuk dirinya sedikitpun dari keuntungan yang diperoleh. Bila ia tetap mensyaratkan hal itu, maka akad mudharabah kedua bathil”.[1]Ucapan senada juga diutarakan oleh Imam Ibnu Qudamah al-Hambali, ia berkata, “Tidak dibenarkan bagi pelaku usaha untuk menyalurkan modal yang ia terima kepada orang lain dalam bentuk mudharabah, demikian penegasan Imam Ahmad. . . . Pendapat ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan aku tidak mengetahui ada ulama’ lain yang menyelisihinya”. [2]Dalam akad mudharabah, bila perbankan memerankan peranan ganda semacam ini, atas seizin pemodal sedangkan ia tidak ikut serta dalam menjalankan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha kedua, maka bank tidak berhak mendapatkan bagian dari keuntungan, karena statusnya hanyalah sebagai perantara calo. Para ulama’ menjelaskan bahwa alasan hukum ini adalah karena hasil/ keuntungan dalam akad mudharabah hanyalah hak pemilik modal dan pelaku usaha, sedangkan pihak yang tidak memiliki modal, dan tidak ikut serta dalam pelaksanaan usaha, maka ia tidak berhak untuk mendapatkan bagian dari hasil.[3]Tinjauan Kedua Bank Tidak Memiliki Usaha keuangan yang menamakan dirinya sebagai perbankan syariah seakan tidak sepenuh hati dalam menerapkan sistem perekonomian Islam. Badan-badan tersebut berusaha untuk menghindari sunnatullah yang telah Allah Ta’ala tentukan dalam dunia usaha. Sunnatullah tersebut berupa pasangan sejoli yang tidak mungkin dipisahkan, yaitu untung dan rugi. Operator perbankan syariah senantiasa menghentikan langkah syariat pada tahap yang aman dan tidak karena itu, perbankan syariah yang ada –biasanya- tidak atau belum memiliki usaha nyata yang dapat menghasilkan keuntungan. Semua jenis produk perbankan yang mereka tawarkan hanyalah sebatas pembiayaan dan pendanaan. Dengan demikian, pada setiap unit usaha yang dikelola, peran perbankan hanya sebagai penyalur dana nasabah.[4]Sebagai contoh nyata dari produk perbankan yang ada ialah mudharabah. Operator perbankan tidak berperan sebagai pelaku usaha, akan tetapi sebagai penyalur dana nasabah. Hal ini mereka lakukan, karena takut dari berbagai resiko usaha, dan hanya ingin mendapatkan keuntungan. Bila demikian ini keadaannya, maka keuntungan yang diperoleh atau dipersyaratkan oleh perbankan kepada nasabah pelaksana usaha adalah haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama, di antaranya sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam an-Nawawi di Ketiga Bank Tidak Siap Menanggung kita menutup mata dari kedua hal di atas, maka masih ada masalah besar yang menghadang langkah perbankan syariah di negeri kita. Hal tersebut ialah, ketidaksiapan operator perbankan untuk ikut menanggung resiko mudharabah yang mereka jalin dengan para pelaku usaha. Bila pelaku usaha mengalami kerugian, walaupun tanpa disengaja, niscaya kita dapatkan perbankan segera ambil langkah seribu dengan cara meminta kembali modal yang telah ia kucurkan dengan utuh. Hal ini menjadi indikasi bahwa akad antara perbankan dengan nasabah pelaku usaha bukanlah mudharabah, akan tetapi hutang-piutang yang berbunga alias ulama’ dari berbagai mazhab telah menegaskan bahwa pemilik modal tidak dibenarkan untuk mensyaratkan agar pelaku usaha memberikan jaminan seluruh atau sebagian modalnya. Sehingga apa yang diterapkan pada perbankan syari’ah, yaitu mewajibkan atas pelaku usaha untuk mengembalikan seluruh modal dengan utuh bila terjadi kerugian usaha adalah persyaratan yang batil.[5] Dan dalam ilmu fiqih, bila pada suatu akad terdapat persyaratan yang batil, maka solusinya ada adalah satu dari dua hal berikutAkad beserta persyaratan tersebut tidak sah, sehingga masing-masing pihak terkait harus mengembalikan seluruh hak-hak lawan dapat diteruskan, akan tetapi dengan meninggalkan persyaratan contoh misalnya Bank Syariah Yogyakarta mengucurkan modal kepada Pak Ahmad –misalnya- sebesar Rp. dengan perjanjian bagi hasil 60% banding 40%. Setelah usaha berjalan dan telah jatuh tempo, Pak Ahmad mengalami kecurian, atau gudangnya terbakar atau yang serupa, sehingga modal yang ia terima dari bank hanya tersisa Rp. Dalam keadaan semacam ini, Bank Syariah Yogyakarta akan tetap meminta agar Pak Ahmad mengembalikan modalnya utuh, yaitu Rp. operator perbankan syariat akan berdalih, bahwa dalam dunia usaha, uang kembali seperti semula tanpa ada keuntungan adalah kerugian. Dengan demikian perbankan telah ikut serta menanggung kerugian yang terjadi. Maka kita katakan Alasan serupa juga dapat diutarakan oleh pelaksana usaha dalam dunia usaha, seseorang bekerja tanpa mendapatkan hasil sedikit pun adalah kerugian. Andai ia bekerja pada suatu perusahaan, niscaya ia akan mendapatkan gaji yang telah disepakati, walau perusahaan sedang merugi. Bahkan dalam akad mudharabah dengan perbankan syariat, pelaku usaha merugi dua kali, yaitu Pertama, ia telah bekerja banting tulang, peras keringat, dan pada akhirnya tidak mendapatkan hasil sedikitpun. Kedua, ia masih juga harus menutup kekurangan yang terjadi pada modal yang pernah ia terima dari lain dari produk perbankan syariat ialah bai’ al-Murabahah. Bentuknya kurang lebih demikian; bila ada seseorang yang ingin memiliki motor, ia dapat mengajukan permohonan ke salah satu perbankan syariah agar Bank tersebut membelikannya. Selanjutnya pihak bank akan mengkaji kelayakan calon nasabahnya ini. Bila permintaannya diterima, maka bank akan segera mengadakan barang yang dimaksud dan segera menyerahkannya kepada pemesan, dengan ketentuan yang sebelumnya telah disepakati.[6]Sekilas akad ini tidak bermasalah, akan tetapi bila kita cermati lebih seksama, maka akan nampak dengan jelas bahwa pihak bank berusaha untuk menutup segala risiko. Oleh karenanya, sebelum bank mengadakan barang yang dimaksud, bank telah membuat kesepakatan jual-beli dengan segala ketentuannya dengan nasabah. Dengan demikian, bank telah menjual barang yang belum ia miliki, dan itu adalah ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَقْبِضَهُ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَأَحْسِبُ كُلَّ شَيْءٍ بِمَنْزِلَةِ الطَّعَامِ. Dari sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma ia menuturkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Barang siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya” Ibnu Abbas berkata Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan. Muttafaqun alaih.Pemahaman Ibnu Abbas ini didukung oleh riwayat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits berikutعَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ ابْتَعْتُ زَيْتًا فِي السُّوقِ فَلَمَّا اسْتَوْجَبْتُهُ لِنَفْسِي لَقِيَنِي رَجُلٌ فَأَعْطَانِي بِهِ رِبْحًا حَسَنًا فَأَرَدْتُ أَنْ أَضْرِبَ عَلَى يَدِهِ فَأَخَذَ رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي بِذِرَاعِي فَالْتَفَتُّ فَإِذَا زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فَقَالَ لَا تَبِعْهُ حَيْثُ ابْتَعْتَهُ حَتَّى تَحُوزَهُ إِلَى رَحْلِكَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى رِحَالِهِمْ رواه أبو داود والحاكم Dari sahabat Ibnu Umar, ia mengisahkan “Pada suatu saat saya membeli minyak di pasar, dan ketika saya telah selesai membelinya, ada seorang lelaki yang menemuiku dan menawar minyak tersebut, kemudian ia memberiku keuntungan yang cukup banyak, maka akupun hendak menyalami tangannya guna menerima tawaran dari orang tersebut. Tiba-tiba, ada seseorang dari belakangku yang memegang lenganku. Maka aku pun menoleh, dan ternyata ia adalah Zaid bin Tsabit, kemudian ia berkata Janganlah engkau menjual minyak itu di tempat engkau membelinya, hingga engkau pindahkan ke tempatmu, karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali barang di tempat barang tersebut dibeli, hingga barang tersebut dipindahkan oleh para pedagang ke tempat mereka masing-masing’.” [HR Abu Dawud dan al-Hakim].[7]Para ulama menyebutkan hikmah dari larangan ini, di antaranya ialah karena barang yang belum diterimakan kepada pembeli bisa saja batal, karena suatu sebab, misalnya barang tersebut hancur terbakar, atau rusak terkena air dan lain-lain, sehingga ketika ia telah menjualnya kembali ia tidak dapat menyerahkannya kepada pembeli kedua kedua, seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas t ketika muridnya, yaitu Thawus mempertanyakan sebab larangan iniقُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ كَيْفَ ذَاكَ قَالَ ذَاكَ دَرَاهِمُ بِدَرَاهِمَ وَالطَّعَامُ مُرْجَأٌ Saya bertanya kepada Ibnu Abbas “Bagaimana kok demikian?” Ia menjawab “Itu, karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda”. [8]Ibnu Hajar menjelaskan perkataan Ibnu Abbas di atas sebagaimana berikut “Bila seseorang membeli bahan makanan seharga 100 dinar –misalnya- dan ia telah membayarkan uang tersebut kepada penjual, sedangkan ia belum menerima bahan makanan yang ia beli, kemudian ia menjualnya kembali kepada orang lain seharga 120 dinar dan ia langsung menerima uang pembayaran tersebut, padahal bahan makanan masih tetap berada di penjual pertama, maka seakan-akan orang ini telah menjual/menukar uang 100 dinar dengan harga 120 dinar. Dan berdasarkan penafsiran ini, maka larangan ini tidak hanya berlaku pada bahan makanan saja”.[9]Tinjauan Keempat Semua Nasabah Mendapatkan Bagi syariah mencampuradukkan seluruh dana yang masuk kepadanya. Sehingga tidak dapat diketahui nasabah yang dananya telah disalurkan dari nasabah yang dananya masih beku di bank. Walau demikian, pada setiap akhir bulan, seluruh nasabah mendapatkan bagian dari hasil/ ini menjadi masalah besar dalam metode mudharabah yang benar-benar Islami. Sebab yang menjadi pertimbangan dalam membagikan keuntungan kepada nasabah adalah keuntungan yang diperoleh dari masing-masing dana nasabah. Sehingga nasabah yang dananya belum disalurkan, tidak berhak untuk mendapatkan bagian dari hasil. Sebab keuntungan yang diperoleh adalah hasil dari pengelolaan modal nasabah selain mereka. Pembagian hasil kepada nasabah yang dananya belum tersalurkan jelas-jelas merugikan nasabah yang dananya telah fakta perbankan syariah yang ada di negeri kita. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila perbankan syariah dihantui oleh over likuiditas. Yaitu suatu keadaan dimana bank kebanjiran dana masyarakat/nasabah, sehingga tidak mampu menyalurkan seluruh dana yang terkumpul dari nasabahnya. Keadaan ini memaksa perbankan syariat untuk menyimpan dana yang tidak tersalurkan tersebut di Bank Indonesia BI dalam bentuk Sertifikat Wadi`ah. Sebagai contoh, pada periode Januari 2004 dilaporkan, perbankan syariat berhasil mengumpulkan dana dari nasabah sebesar 6,62 triliun rupiah, akan tetapi, dana yang berhasil mereka gulirkan hanya 5,86 triliun rupiah.[10]Tinjauan Kelima Metode Bagi Hasil yang kita datang ke salah satu kantor perbankan syariah yang terdekat dengan rumah kita, niscaya kita akan mendapatkan suatu brosur yang menjelaskan tentang metode pembagian hasil. Untuk dapat memahami metode pembagian hasil tersebut bukanlah suatu hal yang mudah, terlebih-lebih bagi yang taraf pendidikannya adalah metode bagi hasil yang diterapkan oleh salah satu perbankan syariah di IndonesiaBagi hasil nasabah = dana/saldo nasabah x E x Rasio/nisbah nasabah 1000 100E = pendapatan rata-rata investasi dari setiap 1000 rupiah dari dana dilihat dengan jelas,bahwa salah satu pengali dalam perhitungan hasil pada skema di atas adalah total modal dana nasabah. Adapun dalam akad mudharabah, maka yang dihitung adalah keuntungan atau hasilnya, oleh karenanya akad ini dinamakan bagi Nawawi al-Bantaani berkata, “Rukun mudharabah kelima adalah keuntungan. Rukun ini memiliki beberapa persyaratan, di antaranya, keuntungan hanya milik pemodal dan pelaku usaha. Hendaknya mereka berdua sama-sama memilikinya, dan hendaknya bagian masing-masing dari mereka ditentukan dalam prosentase.” [11]Inilah yang menjadikan metode penghitungan hasil dalam mudharabah yang benar-benar syar’i sangat simpel, dan mudah dipahami. Berikut skema pembagian hasil dalam akad mudharabahBagi hasil nasabah = keuntungan bersih x nisbah nasabah x nisbah modal nasabah dari total uang yang dikelola oleh antara dua metode di atas dapat dipahami dengan jelas melalui contoh Ahmad menginvestasikan modal sebesar Rp. dengan perjanjian 50 % untuk pemodal dan 50 % untuk pelaku usaha bank, dan total uang yang dikelola oleh bank sejumlah 10 miliar. Dengan demikian, modal Pak Ahmad adalah 1 % dari keseluruhan dana yang dikelola oleh akhir bulan, bank berhasil membukukan laba bersih sebesar 1 miliar. Operator bank -setelah melalui perhitungan yang berbelit-belit pula- menentukan bahwa pendapatan investasi dari setiap Rp. adalah Rp 11, kita menggunakan metode perbankan syariat, maka hasilnya adalah sebagai berikut x 11,61 x 50 = Rp. 1000 100Dengan metode ini, Pak Ahmad hanya mendapatkan bagi hasil sebesar Rp bila kita menggunakan metode mudharabah yang sebenarnya, maka hasilnya sebagai berikut x 50 x 1 = 100 100Dengan metode penghitungan hasil mudharabah yang sebenarnya, Pak Ahmad berhak mendapatkan bagi hasil sebesar Rp Metode pembagian yang diterapkan oleh bank berbelit-belit dan merugikan lebih rumit lagi adalah metode bank dalam menentukan pendapatan rata-rata investasi dari setiap 1000 rupiah. Berikut salah satu contoh dari metode yang diterapkan oleh salah satu perbankan syariat di IndonesiaE = total dana nasabah – Giro Wajib Minimum x Total pendapatan x 1000 Total Investasi Total dana nasabahMetode perhitungan bagi hasil yang berbelit-belit ini, membuktikan bahwa perbankan syariat yang ada tidak menerapkan metode mudharabah yang sebenarnya. Dari sedikit pemaparan di atas, kita dapat simpulkan bahwa perbankan syariat yang ada hanyalah sekedar nama besar tanpa ada hakikatnya. Bahkan yang terjadi sebenarnya hanyalah upaya mempermainkan istilah-istilah syari’ PERBANKANUntuk menyiasati beberapa kritik di atas, maka berikut beberapa usulan yang mungkin dapat diterapkan oleh perbankan yang benar-benar ingin menerapkan sistem perbankan yang Pemilahan Nasabah Berdasarkan Tujuan global, kita dapat mengelompokkan nasabah yang menyimpan dananya di bank menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama, nasabah yang semata-mata bertujuan untuk mengamankan hartanya. Kelompok kedua, nasabah yang bertujuan mencari keuntungan dengan menginvestasikan dananya melalui jalur perbankan yang kelompok nasabah ini memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda, sebagaimana yang telah dijabarkan di atas. Berdasarkan pemilahan ini pula, pihak operator perbankan dapat menentukan hak dan kewajibannya terhadap masing-masing kelompok. Dana yang berhasil dikumpulkan oleh bank dari nasabah jenis pertama dapat dimanfaatkan dalam membiayai berbagai usaha yang menguntungkan, dan sepenuhnya keuntungan yang diperoleh menjadi milik bank. Dari hasil investasi dengan dana nasabah jenis pertama ini, bank dapat membiayai operasionalnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan, bahwa bank akan mendapat keuntungan yang surplus bila dibanding dana antara keuntungan pemilahan ini, perbankan akan terhindar dari over likuidasi, karena bank tidak akan pernah menerima dana investasi, melainkan setelah membuka peluang usaha yang benar-benar halal dan dibenarkan. Sebagaimana pihak perbankan tidak berkewajiban untuk memberikan keuntungan kepada nasabah, kecuali bila dananya benar-benar telah disalurkan dan menghasilkan keuntungan. Dengan cara ini pula, prinsip mudharabah benar-benar akan dapat diterapkan, sehingga penghitungan hasil akan dapat ditempuh dengan metode yang simpel dan transparan, yaitu dengan mengalikan jumlah keuntungan yang berhasil dibukukan dengan nisbah masing-masing Perbankan Terjun Langsung ke Sektor telah diketahui bersama, bahwa untuk menjalankan operasional, suatu bank pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, agar bank terkait dapat memenuhi kebutuhannya ini, ia harus memiliki berbagai unit usaha nyata yang dapat menghasilkan keuntungan. Tidak sepantasnya perbankan hanya mencukupkan diri dengan menjadi pihak penyalur dana semata, tanpa terjun langsung dalam usaha nyata. Dengan demikian, keuntungan yang didapatkan oleh bank benar-benar keuntungan yang halal dan bukan hasil menghutangkan dana kepada pihak ketiga. Selama perbankan tidak terjun langsung dalam dunia usaha nyata dan hanya mencukupkan dirinya sebagai penyalur dana nasabah, maka riba tidak akan pernah dapat cara ini, keberadaan perbankan syariah akan benar-benar menghidupkan perekonomian umat Islam. Karena dengan cara ini, perbankan pasti membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Sebagaimana perbankan Islami akan menjadi produsen sekaligus konsumen bagi produk-produk yang beredar di konsekuensi dari hal ini, tentu kedua belah pihak yaitu nasabah yang menginvestasikan dananya ke proyek-proyek perbankan dan juga pihak operator bank siap untuk menanggung segala risiko dunia usaha. Pemodal menanggung kerugian dalam bentuk materi, dan pelaku usaha menanggung kerugian Perbankan Menerapkan MudharabahPada saat sekarang ini, amanah dan kepercayaan susah untuk didapatkan, bahkan yang sering terjadi di masyarakat kita ialah sebaliknya; pengkhianatan dan kedustaan. Oleh karena itu, sangat sulit bagi kita, terlebih lagi bagi suatu badan usaha untuk menerapkan sistem mudharabah dengan sepenuhnya. Untuk mensiasati keadaan yang memilukan ini, saya mengusulkan agar perbankan syari’at yang ada menerapkan mudharabah sepihak. Yang saya maksud dengan mudharabah sepihak ialah, perbankan menerima modal dari masyarakat untuk menjalankan berbagai unit usaha yang ia kelola, akan tetapi perbankan tidak menyalurkan modalnya ke masyarakat dengan skema mudharabah. Dengan cara ini, dana nasabah yang disalurkan ke perbankan syari’ah dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas, dan perbankan terhindar dari berbagai kejahatan pihak-pihak yang tidak memiliki amanah dan rasa takut kepada Allah Ta’ akhirnya, apa yang kami paparkan di atas adalah semata-mata sebatas ilmu yang kami miliki. Sehingga bila didapatkan kebenaran, maka itu adalah murni berasal dari taufik dan inayah Allah Ta’ala. Sebaliknya, bila terdapat kesalahan, maka itu bersumber dari setan dan kebodohan kita mendapatkan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , sehingga dapat meninggalkan riba beserta seluruh piranti dan perangkapnya, dan dimudahkan untuk mendapatkan rizki yang a’lam bish-shawab.Penulis adalah Kandidat Doktor Fiqih, Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah – Saudi Arabia[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]_______Footnote[1] Raudhah ath-Thalibin, Imam an-Nawawi 5/132. Silakan baca juga at-Tahzib, Imam al-Baghawi 4/392, Mughnil-Muhtâj, asy-Syarbini 2/314 dan Syarikatul-Mudharabah fil-Fiqhil-Islâmi, Dr. Sa’ad bin Gharir bin Mahdi as-Silmu hlm. 202.[2] Al-Mughni, Ibnu Qudamah al-Hambali, 7/156.[3] Lihat al-Aziz, ar-Rafi’i 6/27-28, Raudhah ath-Thalibin, Imam an-Nawawi 5/132, al-Mughni, Ibnu Qudamah 7/158, Mughnil-Muhtâj, asy-Syarbini 2/314 dan Syarikatul-Mudharabah fil-Fiqhil- Islâmi, Dr. Saad bin Gharir as-Silmy hlm. 202.[4] Metode ini membuat kita kesulitan untuk mendapatkan perbedaan yang berarti antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Dan mungkin inilah yang menjadikan negara-negara kafir pun ikut berlomba mendirikan perbankan syariah. Bahkan beberapa negara kafir tersebut –misalnya Singapura- telah memproklamirkan diri sebagai pusat perekonomian syariah perbankan syariah. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Majalah Modal melansir pernyataan bapak Muhaimin Iskandar Wakil Ketua DPR RI “Tidak ada istilah ekonomi syariah dan ekonomi non syari’ah, karena itu hanya soal penamaan saja”. Lihat Majalah Modal, Edisi 18/II April 2004, hlm. 19.[5] Lihat al-Mughni, Ibnu Qudamah 7/145, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 38/64.[6] Bank Syariah, dari Teori ke Praktek, Muhammad Syafi’i Antonio, hlm. 171.[7] Walaupun pada sanadnya ada Muhammad bin Ishak, akan tetapi ia telah menyatakan dengan tegas bahwa ia mendengar langsung hadits ini dari gurunya, sebagaimana hal ini dinyatakan dalam kitab at-Tahqîq. Lihat Nasbu ar-Rayah 4/43 dan at-Tahqîq 2/181.[8] Riwayat Bukhari dan Muslim.[9] Fat-hul-Bâri, Ibnu Hajar al-Asqalani, 4/348-349.[10] Majalah Modal, Edisi 19/II-MEI 2004, hlm. 25.[11] Nihayatu az-Zain, Muhammad Nawawi al-Jawi, hlm. 254.
Listento Penyimpangan Bank Syariah MP3 Song by Erwandi Tarmizi from the Indonesian movie Ceramah Singkat Ustadz Erwandi Tarmizi free online on Gaana. Download Penyimpangan Bank Syariah song and listen Penyimpangan Bank Syariah MP3 song offline.Event Details Date September 4, 2016 830 am – 1000 am Venue Masjid Mukhlisin D Crown Residence Tempat Masjid Baitul Mukhlisin Masuk dari D’Crown Residence, Jl. Kirai Blok S / Villa Cinere Mas, Jl. Matahari Raya Pemateri Ustadz Dr. Erwandi Tarmidzi, MA Tema Bank Syariah Dalam Pandangan Islam Waktu – Selesai PIC 081908818828
DalamIslam akad mudharabah untuk produk deposito dibolehkan sebab termasuk jenis investasi yang diperbolehkan dalam islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib).Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus.
Kita Sedang Menuju Kesana Oleh Abdullah Mohon maaf saya memakai nama anonim untuk melindungi diri dan keluarga saya Part 1 Muqadimah Setelah 27 tahun berdiri di Indonesia ternyata orang-orang masih saja memperdebatkan hukum halal-haram dari Bank Syariah. Pada dasarnya orang-orang terbagi ke dalam 3 golongan pendapat mengenai hukum Bank Syariah ini. Golongan pertama meyakini bahwa Bank Syariah itu sudah 100% syariah. Golongan kedua meyakini bahwa Bank Syariah itu belum 100% syariah namun “kita sedang menuju kesana”. Adapun Golongan ketiga berpendapat bahwa Bank Syariah itu sama saja dengan Bank Konvensional. Di tulisan ini saya akan menceritakan pengalaman saya bekerja sebagai bankir syariah dimana pada awalnya saya yakin dengan pendapat pertama namun pada akhirnya berpindah posisi dengan kecenderungan kepada golongan ketiga. Tulisan ini tentunya tidak saya tulis untuk menjatuhkan vonis “sesat” kepada orang-orang yang berbeda pendapat dengan saya, namun semoga ini bisa menjadi refleksi kita dalam membangun keuangan syariah secara bersama-sama. Pada awalnya saya tidak berpikir akan menjadi bekerja di Bank Syariah. Namun ketika Bank X membuka beberapa lowongan di Unit Usaha Syariah UUS, maka saya pikir tidak ada salahnya jika saya ikut melamar untuk posisi admin. Singkat cerita, setelah melewati banyak tahapan seleksi mulai dari seleksi administrasi hingga wawancara direksi, saya diterima untuk ditempatkan di unit bisnis syariah di kantor pusat. Hal ini sangat syukuri karena sebenarnya bisa saja saya ditempatkan di kantor cabang yang bukan domisili saya. Sebelum melamar ke Bank X, saya menyempatkan diri untuk membaca beberapa buku text-book terkait bank syariah dan juga artikel-artikel yang ada di internet. Bermodalkan hal itu saya sangat yakin bahwa Bank Syariah sudah 100% syariah dan ini merupakan harapan umat Islam dalam membangun ekonomi syariah dan melawan riba. Apalagi mengingat fakta bahwa Bank Syariah diawasi oleh DSN Dewan Syariah Nasional di tingkat nasional dan DPS Dewan Pengawas Syariah di masing-masing Bank, maka semakin yakinlah saya akan kehalalan Bank Syariah. Di bulan pertama saya bekerja, saya fokus untuk mempelajari cara kerja bank secara umum dan juga istilah-istilah perbankan syariah. Pengetahuan perbankan dasar saya sangatlah minim dan terkadang agak sulit untuk membedakan antara murabahah, mudarabah , dan musyarakah. Oleh karena itu, menjadi bankir syariah secara relatif lebih sulit dibandingkan bankir konvensional karena selain harus mengetahui basic business bank secara umum, kita juga harus menguasai fiqih muamalah. Bank X sebenarnya sudah berbaik hati memberikan kami pelatihan dasar perbankan selama kurang lebih 1 bulan. Sayangnya, kami baru diberikan pelatihan materi syariah setelah bekerja belasan bulan kemudian. Itupun materinya sangat di “compress” karena materi yang seharusnya diberikan selama 5 hari full hanya dijalankan selama 2 hari. Hal ini mungkin dilakukan karena ketakutan akan terhambatnya operasional kantor. Mungkin tanda-tanda dari Allah sepertinya sudah datang ketika saya baru bekerja 1 bulan di tempat itu. Salah seorang teman anggap saja namanya Fulan yang saya hormati karena disiplin dan prestasinya tiba-tiba menelpon saya. Pada awalnya kami hanya saling menanyakan kabar dan berbicara basa-basi. Pembicaraan mendadak serius ketika dia bertanya tentang pekerjaan saya. Pembicaraan kurang lebih berlangsung seperti ini Fulan Saya dengar-dengar antum bekerja di Bank Syariah? Saya Iya, benar Fulan Kenapa antum bekerja di situ? Bukannya antum pernah bilang tidak ingin bekerja di Bank? Saya Betul, tapi ini beda karena ini adalah Bank Syariah Fulan Bank Syariah itu sama saja kak, saya punya teman yang bekerja di Bank Syariah “M”, Dia sendiri bercerita kalau Bank Konven itu sama saja dengan Bank Syariah Saya Begini Fulan, Bank Syariah itu menggunakan akad murabahah jual beli sehingga memliki skema yang beda dengan konven… disini saya terus-menerus menjelaskan hal teknis Fulan Sama aja kak… Kami akhirnya sepakat untuk tidak sepakat tentang posisi kami mengenai Bank Syariah karena saat itu Fulan sudah berada pada “golongan ketiga” sementara saya masih berada pada “golongan pertama” dan memang bukanlah hal yang mudah untuk mengomunikasikan “Gap” ini. Sebenarnya saya sangat ingin mendengarkan alasan kenapa dia mengatakan bahwa Bank Syariah sama saja dengan Bank Konven, namun sayangnya Fulan tidak sempat untuk menjelaskan hal itu. Sayapun tidak ingin menerima suatu “klaim” jika tidak disertai penjelasan yang memadai. Part 2 Between Halal and Haram Sebagai seseorang yang bekerja di Bank Syariah, secara pribadi saya terus terang lebih tertarik mempelari aspek ke-syariah-an suatu bank dibandingkan aspek bisnisnya sendiri. Saya lebih senang apabila suatu bank sudah 100% syariah walaupun hanya mencapai 70% dari sisi target daripada suatu bank mencapai target 100% tapi hanya 70% dari sisi kepatuhan terhadap syariah. Setelah melakukan penyelidikan demi penyelidikan, akhinya terungkaplah beberapa isu yang membuat saya ragu tentang kehalalan pekerjaan saya. Namun sebelum saya menjelaskan isu-isu tersebut, saya ingin menegaskan bahwa tulisan ini tidaklah bertujuan untuk mengeluarkan “fatwa” halal-haram. Silahkan pembaca konsultasikan ke Ustadz yang kredibel untuk masalah itu. Hal pertama yang membuat saya ragu adalah kehalalan gaji saya. Sebagai seseorang yang bekerja di unit usaha syariah, saya ditempatkan di kantor pusat dan otomatis sumber gaji saya diperoleh dari induk perusahaan yang notabene bergerak di bidang perbankan konvensional riba. Hal ini membuat saya bertanya-tanya apakah gaji saya ini halal? Isu ini kemudian menjadi semakin kompleks karena laba yang diperoleh induk perusahaan berasal dari dua sumber yaitu laba unit konvensional yang haram dan laba UUS yang waktu itu saya anggap halal. Saya kemudian membuat pembenaran sendiri dengan mengatakan bahwa walaupun misalnya gaji saya bersumber dari sesuatu yang haram namun di perusahaan ini saya bekerja untuk bisnis syariah yang waktu itu saya anggap halal. Ijtihad ini tentunya saya hanya simpulkan berdasarkan hawa nafsu dan pendapat pribadi semata tanpa ada konsultasi sedikitpun dengan para ulama. Hal lain yang menjadi kekhawatiran saya berikutnya adalah pertanyaan mengenai kehalalan sumber modal unit usaha syariah UUS ini. Sebagai informasi, modal pendirian UUS ini disediakan oleh induk konvensional yang bergerak di bidang pembiayaan ribawi. Sampai sekarang saya tidak tahu jawaban hal ini. Tapi anggaplah modal ini halal karena pada dasarnya modal ini merupakan “pemberian” dari perusahaan induk pada awal pendirian UUS saja. Namun pada kenyataannya “pemberian” ini tidak dilakukan sekali saja, tetapi justru bisa dilakukan tiap hari. Kenapa? Karena dalam praktek kesehariannya Bank Syariah yang bentuknya masih berupa UUS tetap bisa menggunakan modal dari Induk konvensional-nya yang dalam istilah akuntansi dikenal dengan akun “Rekening Antar Kantor” RAK. Akun RAK ini ibaratnya adalah “pipa” dimana perusahaan induk dapat menyalurkan “modal tambahan sementara” apabila UUS membutuhkan tambahan modal. Hal ini biasanya dilakukan apabila UUS sedang mengalami masalah likuiditas. Apabila likuiditas UUS sudah membaik maka UUS akan mengembalikan modal tersebut melalui pipa yang sama. Bukankah ini menunjukkan bahwa di UUS Bank Syariah sudah terjadi pencampuran dana? Masalah berikutnya yang menurut saya sangat signfikan adalah hilangnya unsur profit-and-loss sharing PLS dalam produk tabungan, deposito, maupun sukuk mudharabah. Semua pejuang keuangan syariah tahu bahwa salah satu spirit dari ekonomi syariah adalah memperkenalkan sistem PLS kedalam sistem ekonomi yang sudah sangat tercemari oleh praktek-praktek ribawi. Namun mungkin karena sistem PLS dianggap sebagai perubahan yang agak “radikal” karena hal itu berarti nasabah juga akan ikut menanggung potensi kerugian, maka para pendiri bank syariah memutuskan untuk mengadopsi sistem revenue sharing yang lebih “soft” dan lebih mudah diterima masyarakat. Dengan sistem revenue sharing ini maka return nasabah tidak dijamin nominalnya namun di sisi lain nasabah dijamin tidak akan pernah rugi.. Alasan yang sering saya dengar dijadikan pembenaran untuk hal-hal syubhat yang ada dalam Bank Syariah adalah ini semua adalah bagian dari perkenalan bertahap dan “kita sedang menuju kesana”. Dengan kata lain, ini adalah cara halus untuk mengatakan bahwa memang didalam Bank Syariah masih ada riba yang terjadi namun kita sedang berjuang untuk memberantasnya. Kalimat yang biasa saya baca adalah “Jika kita meninggalkan Bank Syariah ini maka otomatis semua orang akan lari ke Bank konvensional”. Melihat semua fenomena ini, maka saat itulah saya berpindah posisi dari golongan pertama menjadi golongan kedua. Adapun kekhawatiran saya mengenai kehalalan Bank Syariah tertutupi dengan jargon “perjuangan”, “darurat”, dan sudah tentu saya juga percaya kalau “kita sedang menuju kesana”. Waktu terus berjalan dan saya masih betah bekerja di Bank Syariah. Terkadang muncul momen-momen dimana saya merasa gelisah tapi seketika saya tepis dengan “amunisi” pembenaran-pembenaran yang saya pelajari. Kadangpun saya bertanya-tanya kenapa cuma saya yang merasa gelisah? Apakah hal ini tidak disadari oleh rekan-rekan yang lain? Belakangan kemudian saya sadari ternyata rekan-rekan yang lainpun merasakan kegelisahan yang sama hanya saja saat itu saya belum mengetahuinya. Meskipun saya saat itu berusaha “mengebalkan” diri dari kegelisahan, namun hal itu tidak membuat saya berhenti untuk mempelajari isu-isu syariah di perbankan syariah. Mulailah saya membaca artikel-artikel dan video youtube dari pakar fiqih muamalah seperti Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi dan Ustadz Ammi Nur Baits yang banyak mengkritisi praktek-praktek perbankan syariah. Sebagai “penyeimbang” saya juga terkadang membaca artikel dari Ustadz “A” yang sangat pro dengan bank syariah. Ustadz A selalu mengingatkan bahwa Bank Syariah itu sudah 100% syariah karena didukung fatwa-fatwa DSN-MUI yang kapabilitasnya tidak diragukan lagi. Tapi sayangnya yang sering saya temukan di lapangan adalah praktek-praktek yang nyata-nyata melanggar fatwa. Tentu kita bisa mengatakan bahwa yang melakukan pelanggaran adalah “oknum” sehingga saya tidak bisa menyalahkan bank X secara keseluruhan. Tapi hal yang membuat saya miris adalah penyimpangan syariah ini seolah-olah berubah menjadi “SOP” yang dijalankan sebagai bagian dari rutinitas Bank X. Dengan kata lain oknum disini bukan menunjuk pada individu. Oknum tersebut adalah bank itu sendiri. Part 3 Murabaha Syndrome Begitu banyak isu syariah yang saya temui selama saya bekerja di Bank X, namun yang paling menggelisahkan saya adalah bagaimana akad pembiayaan murabahah dipraktekkan di Bank X.. Setelah membandingkan antara standar aturan dan praktek, saya melihat begitu banyak penyimpangan syariah yang terjadi pada akad murabahah ini saja. Sudah umum diketahui bahwa akad murabahah jual beli merupakan akad paling dominan digunakan di Bank X dan juga di seluruh industri perbankan syariah, oleh karena itu sudah merupakan kewajiban bagi Bank Syariah untuk meluruskan hal ini. Jika syarat dan rukun dari akad murabahah ini tidak terpenuhi maka otomatis laba yang dihasilkan dari akad-akad tersebut harus disisihkan sebagai pendapatan Non-Halal yang saya perkirakan bisa mencapai 60-80% dari total laba bank syariah. Dengan kata lain, kesalahan prosedur murabahah bisa menjatuhkan Bank tersebut ke dalam lembah riba. Masalah pertama dari akad murabahah yang dipraktekkan di Bank X adalah adanya keseragaman dalam underlying transaction yang dipergunakan. Sebagi informasi, Di Bank X, akad murabahah biasanya digunakan ketika ada pegawai baik negeri maupun swasta yang membutuhkan pinjaman konsumtif. Dari ratusan bahkan ribuan pegawai yang menggunakan akad murabahah, seluruhnya didasari pada akad underlying yang sama yaitu “pembelian bahan bangunan”. Secara logika, tidak mungkin semua nasabah mengajukan aplikasi pembiayaan untuk alasan yang sama. Dari sini kita patut curiga bahwa disini akad murabahah merupakan “hilah” atau trik untuk membuat produk Kredit Multi Guna. Masalah kedua adalah Bank mengharuskan agar penandatanganan akad wakalah dan akad murabahah dilakukan secara bersamaan. Dugaan saya, alasan dilakukannya hal ini adalah karena Bank X tidak mau melakukan pencairan dana kepada nasabah apabila tidak dilakukan pengikatan secara legal terlebih dahulu. Konsekuensi dari hal ini adalah Bank X melakukan akad jual beli atas barang yang belum mereka miliki karena tidak adanya proses serah terima barang dari penjual bahan bangunan kepada Bank X sebelum Bank X menjual kembali bahan bangunan tersebut kepada nasabah. Hal ini tentu bertentangan dengan hadist Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam Dari Hakim bin Hizam, “Beliau berkata kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, ada orang yang mendatangiku. Orang tersebut ingin mengadakan transaksi jual beli, denganku, barang yang belum aku miliki. Bolehkah aku membelikan barang tertentu yang dia inginkan di pasar setelah bertransaksi dengan orang tersebut?’ Kemudian, Nabi bersabda, Janganlah kau menjual barang yang belum kau miliki.” HR. Abu Daud, no. 3505; dinilai sahih oleh Al-Albani Setelah dana dicairkan oleh Bank X maka disini barulah nasabah melakukan “pembelian bahan bangunan”. Adapun nota pembelian dapat ditunda penyerahannya kepada pihak Bank sampai beberapa bulan berikutnya. Oleh karena itu hakikat dari transaksi adalah Bank X hanya ingin melakukan pencairan dana tanpa perlu repot-repot melakukan prosedur jual beli normal seperti serah terima barang, transportasi barang, dan lain-lain. Nasabah juga tidak terlalu perduli dengan hal ini selama mereka bisa meminjam uang, meskipun ada kalanya nasabah bertanya kenapa underlying transaction yang tertera di aplikasi pembiayaan mereka tercatat sebagai pembelian bahan bangunan padahal tujuan dia meminjam uang adalah untuk biaya sekolah. Dengan kata lain akad murabahah ini telah berubah menjadi Akad Riba yang terselubung.. Apakah kemudian Account Officer tidak mengetahui hal ini? Mereka sangat tahu sehingga tidak sedikit dari mereka yang mempertanyakan kehalalan dari transaksi ini.. Apakah para petinggi perusahaan tidak tahu akan hal ini? Mereka juga sangat tahu sehingga hal ini membuat saya semakin kecewa dengan Bank X karena seolah-olah kesyariahan suatu transaksi dinomorduakan diatas target laba perusahaan. Bagaimana mungkin Allah memberkahi kita jika kita menutup mata dengan pelanggaran yang sangat terang seperti ini !? Apakah ini yang kita sebut dengan “kita sedang menuju kesana”? Apakah kemudian kita rela makan di restaurant yang belum 100% halal dengan dalih “kita sedang menuju kesana”?? Tidakkah kita takut diserupakan dengan Kaum Yahudi yang melanggar penjanjian di hari sabtu? Na’udzu billah min dzalik. Dengan alasan ini ditambah dengan pelanggaran syariah lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, maka saat itu saya cenderung mengarah kepada golongan ketiga. Part 4 Exit Strategy Saat itu saya masih saja bekerja di Bank X, namun pikiran untuk resign sudah mulai terngiang-ngiang di kepala saya. Sebenarnya saya pernah resign dari tempat kerja sebelumnya walaupun belum mendapatkan pekerjaan pengganti, namun kali ini situasinya berbeda karena saya sudah menikah dan tidak tahu harus berkata apa kepada orang tua dan mertua saya apabila saya resign begitu saja. Mulailah saya istikharah meminta petunjuk kepada Allah. Begitu banyak pertanyaan yang ada di kepala saya. Kapan saya harus resign? Pekerjaan apa yang harus saya lamar? Apakah saya harus resign sekarang atau nanti setelah mendapatkan pekerjaan? Bagaimana cara saya memberitahukan hal ini kepada orang tua dan mertua saya? Saya sangat berharap agar Allah memberi saya jawaban atas segala pertanyaan dan di saat bersamaan saya juga minta agar diberi keteguhan hati untuk mengundurkan jika memang pekerjaan yang sedang saya jalani ini betul-betul haram. Alhamdulillah, saya merasa Allah memberikan petunjuk secara satu persatu dari arah yang tidak disangka-sangka. Suatu ketika saya datang ke rumah saudara ibu saya untuk membicarakan masalah persiapan pernikahan putrinya. Di saat saya sudah hampir pulang, tiba-tiba saja bibi saya bertanya mengenai kesyariahan bank syariah. Menurut dia dari luar mungkin bank syariah terlihat berbeda dengan bank konven namun secara hakikat dia yakin kalau keduanya sama saja. “Pasti sama aja kan?”. Dalam situasi itu saya cuma bisa tertawa karena sebenarnya saya juga setuju dengan pendapatnya meskipun malu untuk mengakuinya. Di saat bersamaan saya sangat heran kenapa dia tiba-tiba bertanya mengenai hal itu. Apakah ini mungkin petunjuk bagi saya? Sumber lain yang membuat saya semakin yakin untuk resign adalah pengetahuan yang saya dapat setelah membaca buku-buku yang saya anggap kredibel. Pada awalnya saya sebenarnya belum ada niat untuk membaca atau membeli buku-buku tersebut. Namun, kejadian-kejadian di sekitar saya sepertinya mengarahkan saya untuk membaca buku-buku tersebut. Suatu waktu rekan kerja saya memesan buku secara online untuk sepupunya. Judul buku tersebut berjudul “Ada Apa Dengan Riba?” Karya ustadz Ammi Nur Baits. Entah kenapa buku itu hanya tersimpan selama seminggu di meja kerja rekan saya. Dus, saya memiliki banyak waktu untuk membacanya dan semakin saya membacanya semakin yakinlah saya untuk resign dari Bank X. Di waktu yang lain, rekan saya juga pernah meminta agar dicarikan toko online yang menjual buku “Harta Haram Muamalat Kontemporer” HHMK karena dia ingin membeli buku tersebut. Saya pikir tidak ada salahnya kalau saya juga membeli buku tersebut dan akhirnya saya memesan 2 buku. “Efek Samping” Bagi orang yang sudah membaca HHMK ini adalah insha Allah anda akan tergerak untuk resign baik anda sedang bekerja di Bank Konvensional maupun Bank Syariah. Kenapa? Karena disini syubhat-syubhat yang terjadi di Bank Syariah dibahas dengan sangat amat detail yang disertai dengan dalil-dalil yang sangat lengkap. Bahkan penulis buku ini Ustadz Erwandi Tarmizi tidak segan untuk mengkritisi fatwa yang dikeluarkan oleh MUI. Suatu waktu ustadz Erwandi Tarmizi dijadwalkan datang ke kota saya untuk agenda tabligh akbar. Disitu saya merasa bersemangat untuk datang untuk mempelajari masalah riba ini. Namun sesampainya saya di lokasi kajian, ternyata bukan saya satu-satunya pegawai Bank X yang datang kesana. Ketika saya berjalan di pelataran mesjid saya bertemu dengan salah seorang rekan yang berasal dari cabang lain yang lokasinya cukup jauh. Di tengah kajian saya juga baru sadar bahwa ternyata ada 3 orang rekan lainnya yang duduk di belakang saya. Bahkan ada dua orang pegawai wanita yang juga datang ke kajian tersebut. Otomatis ketika kami semua bertemu maka yang topik yang kami bicarakan adalah betapa bermasalahnya akad yang ada di kantor kami. Di situlah kemudian saya tahu kalau saya bukan satu-satunya pegawai Bank X yang merasakan kegelisahan ini. Sesaat sebelum kajian dimulai, panitia memberitahu kami untuk mengirim pertanyaan untuk ustadz via nomor Whatsapp panitia. Saya kemudian segera mengirim pertanyaan “Bagaimanakah hukum menggabungkan antara wakalah dan murabahah”?. Hal ini saya tanyakan karena menurut saya akad murabahah adalah “screening awal” untuk mengetahui apakah Bank Syariah di Indonesia sudah betul-betul syariah atau tidak karena sekali lagi “tulang punggung” pendapatan Bank syariah didasarkan pada akad ini. Alhamdulillah, di kajian itu saya sangat bahagia karena ternyata pertanyaan saya dijawab oleh ustadz. Pada intinya, ustadz mengatakan bahwa menggabungkan akad wakalah dan murabahah boleh saja jika semua rukun dan syarat akad wakalah dan murabahahnya sudah terpenuhi. Tetapi secara umum Bank Syariah tidak akan mau memenuhinya karena itu akan mengharuskan mereka menanggung resiko yang biasa ditanggung perusahaan dagang pada umumnya seperti adanya kemungkinan pembatalan pesanan oleh nasabah. Dengan kata lain, Bank Syariah sebenarnya tidak siap mental untuk melakukan akad jual beli barang karena selama ini mereka sudah terbiasa melakukan jual beli uang. Alhasil, akad yang tercatat di kontrak adalah murabaha tetapi pada hakikatnya ini adalah transaksi riba. Secara pribadi saya menganggap bahwa menganggap bahwa terjawabnya pertanyaan saya ini adalah salah satu tanda lainnya dari Allah. Saya beranggapan demikian karena sebenarnya bisa saja jawaban saya tidak terjawab mengingat begitu banyaknya orang yang hadir dan bertanya pada saat itu. Terus menerus memikirkan masalah ini membuat saya tidak tenang tidur di waktu malam. Saya tidak ingin memberi makan harta riba kepada diri dan apalagi keluarga saya. Ada kalanya saya sering terbangun tengah malam dari tidur karena gelisah. Enough is enough. Saatnya saya mencari pekerjaan lain. Part 5 Bold Sign “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” QS. Ath Tholaq 2-3 Ketakutan akan hilangnya pekerjaan – dan penghasilan – tentu sering menghantui pikiran saya. Saya kemudian mulai membuka-buka situs lowongan kerja dan website perusahaan-perusahaan yang ingin saya lamar. Tapi entah kenapa rasanya tidak ada lowongan yang cukup menarik perhatian. Pun jika ada, sepertinya saya tidak memenuhi kualifikasi dari pekerjaan tersebut. Saya kemudian mengutarakan niat saya untuk resign kepada Ibu saya. Pada awalnya saya pikir bahwa saya akan kesulitan untuk menjelaskan kenapa saya mau keluar dari bank yang notabene sudah berlabel syariah. Allah kemudian memberikan saya kesempatan untuk berbicara empat mata ketika kami sedang makan di sebuah rumah makan. Kesempatan itu akhirnya saya gunakan untuk menjelaskan bahwa di dalam Bank X masih terdapat banyak pelanggaran syariah. Alhamdulillah, tanpa saya duga Ibu saya percaya dengan penjelasan saya tanpa banyak pertanyaan; Bahkan, Ibu semakin yakin ketika dosen di kampusnya juga memberitahu bahwa memang Bank Syariah masih bermasalah dari sisi kepatuhan syariah. Suatu hari istriku sedang membuka lowongan pekerjaan di sebuah website. Kebetulan saat itu dia juga sedang mencari pekerjaan. Entah kenapa saya juga jadi tertarik melihat pekerjaan itu. Setelah melihat daftar pekerjaan yang dibuka maka saya kemudian melamar di salah satu posisi yang tersedia. Namun ada satu masalah. Jikapun akhirnya saya diterima maka mereka akan membutuhkan ijazah di tiap tingkat pendidikan mulai dari SD hingga Universitas sebagai bagian dari verifikasi. Masalahnya adalah sejak setahun lalu, ijazah SD, SMP, dan SMA ku sudah hilang. Lagi-lagi Allah memberi petunjuk dan kemudahan. Suatu waktu saya dan istri berkunjung ke rumah ibu saya untuk silaturahmi. Atas dasar inisiatif istri, dia menyuruh saya untuk mencari ijazah-ijazah yang hilang. Alhamdulillah setelah mencari selama hampir setengah jam dan membongkar banyak lemari dan laci, akhirnya Allah memudahkan kami menemukan ijazah-ijazah tersebut yang tersimpan di sebuah folder dalam lemari pakaian. Masya Allah, setelah hilang selama 1 tahun akhirnya ketemu di saat-saat yang sangat genting. Singkat cerita, setelah lulus dalam seleksi berkas, panitia kemudian mengadakan tes di suatu Aula yang diadakan di hari kerja. Agar bisa menghadiri tes ini maka aku kemudian izin kepada bosku untuk mengurus “urusan pribadi”. Ketika mengerjakan tes saya sempat merasa putus asa karena ternyata soalnya begitu sulit. Tapi Alhamdulillah ketika nilai saya diumumkan, justru saya berhasil lulus dengan nilai yang cukup baik. Tantangan berikutnya adalah mengikuti psikotest dan wawancara. Otomatis saya harus cuti hari untuk menghadiri tes ini. Psikotest yang saya jalani cukup memusingkan karena soalnya begitu banyak sementara waktunya sangat terbatas. Wawancaranya sendiri tidak terlalu sulit, tapi ada momen dimana pewawancara menanyakan apa alasan saya mau meninggalkan pekerjaan saya di Bank X. Saya jawab saja kalau saya ingin menghindari riba. Setelah menyelesaikan semua tahapan itu kini saya harus menunggu sampai hari pengumuman tiba. Tibalah hari H Pengumuman. Di hari itu hampir tiap jam saya mengecek website pengumuman di handphone saya. Tapi sama sekali tidak ada postingan yang mereke upload. Hari berikutnya pun berlangsung seperti itu. Barulah sekitar 5 hari dari jadwal yang ditentukan kami bisa melihat pengumuman tersebut. ALHAMDULILLAHI RABBIL ALAMIN. Ternyata saya lulus sebagai peringkat pertama. Bagi saya, Insha Allah ini adalah tanda yang sangat gamblang dan jelas dari Allah bahwa saya memang harus segera mengundurkan diri. Part 6 Burn the Candle, Not Yourself Setelah saya mengajukan surat resign kepada boss saya, maka kabar bahwa saya akan mengundurkan diri berikut alasannya tersebar luas di kantor. Banyak yang berharap mereka juga bisa segera hijrah untuk menghindari riba. Terkadang niat mereka sudah besar namun yang menjadi kekhawatiran mereka biasanya terkait dengan dua hal yaitu ketakutan kehilangan pekerjaan dan masih adanya kewajiban angsuran/cicilan yang belum lunas. Sayangnya saya tidak bisa memberi saran apa-apa selain berdoa agar semua orang baik ini bisa memberanikan diri untuk segara berhijrah di jalan Allah. Sebenarnya saya sangat cinta dengan Ekonomi Syariah. Saya sangat berharap agar riba bisa hilang dari muka bumi ini. Tetapi saya sangat tidak suka dengan ketidakpatuhan Bank X dalam menjalankan prinsip syariah. Dari keputusan yang saya ambil ini, sangatlah wajar jika ada yang menganggap saya lari dari perjuangan Bank Syariah. Tapi sebagai seorang tentara, anda juga harus tahu perang apa yang anda hadapi. Jangan sampai anda mati sia-sia untuk suatu hal yang tidak layak untuk diperjuangkan sejak awal. Andaikata saya melihat ada niat dari Bank X untuk meluruskan akad murabahah mereka, maka mungkin saya akan percaya bahwa “kita memang sedang menuju kesana”. Saya berprasangka baik kepada para founding fathers Bank Syariah. Tapi melihat kenyataan Bank Syariah sekarang ini, mungkin mereka pun akan miris dengan situasi yang ada. Kita tentu ingin MENYALAKAN LILIN dan bukan sekedar mengutuk gelap, tapi kita juga tidak ingin MENJADI LILIN yang membakar diri sendiri demi menyelamatkan orang lain. Insha Allah ada banyak cara untuk membangun ekonomi dan keuangan syariah. Tetapi Insha Allah, saya cukup yakin bahwa membuat produk yang setengah halal, lalu melabelinya dengan kata Syariah, lalu menjualnya kepada masyarakat dengan mengatakan bahwa ini adalah 100% syariah, bukanlah jalan menuju kesana.. Wallahu a’lamu bish shawab. KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28.