Home» International » Pertanyaan Cerdas Tentang Masyarakat ASEAN. January 10, rumah bagi 620 juta jiwa, dan aspirasi menuju ''Satu Visi, Satu Identitas, Satu Masyarakat''. ''ASEAN Way'' adalah prinsip untuk membangun Masyarakat ASEAN yang berlandaskan konsensus, menghindari konfrontasi, menjunjung moderasi di atas ekstrimisme, serta
KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, karena atas rahmat dan inayahnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan kami membuat makalah ini adalah agar memahami pendidikan tentang “Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran”. Dengan semangat kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tugas ini tidak mungkin terlaksana dengan baik, tanpa adanya tekad, niat dan bantuan dari guru pembiming. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada para guru SMAN 1 KENDARI atas support yang diberikan kepada kami, sehingga dengan semangat tugas dapat terselesaikan dengan baik. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini masih belum sempurna oleh karena itu dengan kerendahan hati, kami mohon semua pihak pembaca dan guru pembimbing berkenan memberikan saran dan kritik sebagai bahan penyempurna makalah ini. KENDARI, Agustus 2017 DAFTAR ISIBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1C. Tujuan Pembahasan Masalah .......................................................................................... 1BAB II PEMBAHASAN Pentingnya Integrasi untuk Bangsa ............................................................................... Teladan TokohPersatuan .............................................................................................. Wujud Integrasi Melalui Seni dan Sastra ...................................................................... Tokoh Perempuan Pejuang ............................................................................................ 4BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 6B. Saran ................................................................................................................................ 6 BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Salah satu guna sejarah adalah kegunaan edukatif. Maksudnya, dengan mempelajari sejarah maka orang dapat mengambil hikmah dari pengalaman yang pernah dilakukan masyarakat pada masa lampau, yang tentu saja dapat dikaitkan dengan masa sekarang. Keberhasilan di masa lampau akan dapat memberi pengalaman pada masa sekarang. Sebaliknya, kesalahan masyarakat di masa lalu akan menjadi pelajaran berharga yang harus diwaspadai di masa kini. Sejarah dapat menjadi pembelajaran bagi kita, antara lain melalui berbagai hikmah yang terkandung didalamnya. Dan dalam hal pernah terjadinya konflik dan pergolakan di Indonesia pada masa lalu, hikmah dari peristiwa tersebut tentu dapat dijadikan pembelajaran dalam memandang atau menghadapi berbagai ancaman potensi konflik yang terjadi pada masa Rumusan Masalah 1. Apa pentingnya integrasi bangsa ?2. Apasajakah teladan yang kita ambil dari para tokoh persatuan ?3. Bagaimana wujud integrasi melalui seni dan sastra ?4. Siapakah yang menjadi tokoh perempuan pejuang ?C. Tujuan Pembahasan Masalah 1. Untuk mengetahui pentingnya integrasi Untuk mengetahui teladan yang kita ambil dari para tokoh Untuk mengetahui wujud integrasi melalui seni dan sastra. 4. Untuk mengetahui tokoh perempuan pejuang. BAB Pentingnya Integrasi untuk Bangsa Integrasi merupakan penyatuan bagian-bagian yang berbeda-beda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi satu bangsa. Integrasi Bangsa dapat memunculkan rasa kebersamaan, yang dilatarbelakangi oleh adanya kesamaan nasib, kebutuhan, kondisi dan cita cita dari beberapa manusia. Perasaan yang sama menjadikan mereka tidak mudah untuk diadu domba dan terpecah belah, tetapi memunculkan semangat persatuan dan kesatuan serta semangat untuk berbuat demi kepentingan bersama. Oleh karna itu membangun integrasi nasionak itu sangat penting pada kehidupan bernegara guna mewujudkan cita cita, dan tujuan negara, juga untuk memelihara rasa kebersamaan. Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat dihubungkan dengan masih terdapatnya potensi konflik di beberapa wilayah Indonesia pada masa kini yang dapat mengancam persatuan bangsa. Sejarah telah memberitahu kita bagaimana pemberontakan-pemberontakan yang pernah terjadi selama masa tahun 1948 hingga 1965 telah menewaskan banyak sekali korban manusia. Teladan yang Kita ambil dari Para Tokoh Persatuan Tidak sembarangan orang memang dapat menyandang secara resmi gelar pahlawan nasional. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Salah satu diantaranya adalah tokoh tersebut telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lainnya untuk mencapai/merebut/mempertahankan/ mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Ada banyak tokoh pahlawan yang berjasa dalam mewujudkan integrasi bangsa salah satunya berasal dari wilayah paling timur Indonesia, Papua yaitu Frans Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey. • Frans Kaisiepo 1921-1979 - Seorang tokoh yang mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua saat menjelang Indonesia merdeka. - Berperan dalam pendirian Partai Indonesia Merdeka PIM pada tanggal 10 Mei 1946. - Menjadi anggota delegasi Papua dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan. - Merancang pemberontakan rakyat Biak melawan pemerintah kolonial Belanda. - Kaisiepo berupaya agar Penentuan Pendapat Rakyat Pepera bisa dimenangkan oleh masyarakat yang ingin Papua bergabung ke Indonesia. Proses tersebut akhirnya menetapkan Papua menjadi bagian dari negara Republik Indonesia. • Silas Papare 1918-1978 - Membentuk Komite Indonesia Merdeka KIM - mendirikan Partai Kemerdekaaan Irian. - Silas Papare bersama dengan teman-temannya membentuk Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta. - Mewakili Irian Barat duduk sebagai anggota delegasi RI dalam Perundingan New York antara Indonesia-Belanda. • Marthen Indey 1912–1986 - Adalah seorang anggota polisi Hindia Belanda sebelum Jepang masuk ke Indonesia. - Sejak tahun 1946 ia menjadi Ketua Partai Indonesia Merdeka PIM. - Ia lalu memimpin sebuah aksi protes yang didukung delegasi 12 Kepala Suku terhadap keinginan Belanda yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia. - Tahun 1962 ia menyusun kekuatan gerilya sambil menunggu kedatangan tentara Indonesia yang akan diterjunkan ke Papua dalam rangka operasi Trikora. - Ia berangkat ke New York untuk memperjuangkan masuknya Papua ke wilayah Indonesia, di PBB hingga akhirnya Papua Irian benar-benar menjadi bagian Republik Indonesia. Keteladanan para tokoh pahlawan nasional Indonesia juga dapat kita lihat dalam bentuk pengorbanan jabatan dan materi dari mereka yang berstatus raja. Sultan Hamengkubuwono IX dan Sultan Syarif Kasim II adalah dua tokoh nasional yang lebih mengedepankan keindonesiaan mereka terlebih dahulu daripada kekuasaan atas kerajaan sah yang mereka pimpin, tanpa menghitung untung rugi. Saat Indonesia merdeka, di Indonesia, masih ada kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Hebatnya, para penguasa kerajaan-kerajaan tersebut lebih memilih untuk meleburkan kerajaan mereka ke dalam negara Republik Indonesia. Hal ini bisa terjadi tak lain karena dalam diri para raja dan rakyat di daerah mereka telah tertanam dengan begitu kuat rasa kebangsaan Indonesia. Wujud Integrasi Melalui Seni dan SastraSelain tokoh-tokoh yang berkiprah dalam bidang politik dan perjuangan bersenjata, kita juga dapat mengambil hikmah keteladanan dari tokoh yang berjuang di bidang seni. Salah satu tokohnya yaitu Ismail Marzuki1914 – 1958. Lahir di Jakarta, Ismail Marzuki memang berasal dari keluarga seniman, di usia 17 tahun ia berhasil mengarang lagu pertamanya, berjudul “O Sarinah”. Tahun 1936, Ismail Marzuki masuk perkumpulan musik Lief Java dan berkesempatan mengisi siaran musik di radio. Lagu-lagu yang diciptakan Ismail Marzuki sangat diwarnai oleh semangat kecintaannya terhadap tanah air. Latar belakang keluarga, pendidikan dan pergaulannyalah yang menanamkan perasaan senasib dan sepenanggungan terhadap penderitaan bangsanya. Ketika RRI dikuasai Belanda pada tahun 1947 misalnya, Ismail Marzuki yang sebelumnya aktif dalam orkes radio memutuskan keluar karena tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Ketika RRI kembali diambil alih republik, ia baru mau kembali bekerja di sana. Lagu-lagu Ismail Marzuki yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan yang menggugah rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa, antara lain Rayuan Pulau Kelapa 1944, Halo-Halo Bandung 1946 yang diciptakan ketika terjadi peristiwa Bandung Lautan Api, Selendang Sutera 1946 yang diciptakan pada saat revolusi kemerdekaan untuk membangkitkan semangat juang pada waktu itu dan Sepasang Mata Bola 1946 yang menggambarkan harapan rakyat untuk merdeka. Meskipun memiliki fisik yang tidak terlalu sehat karena memiliki penyakit TBC, Ismail Marzuki tetap bersemangat untuk terus berjuang melalui seni. Hal ini menunjukkan betapa rasa cinta pada tanah air begitu tertanam kuat dalam Tokoh Perempuan Pejuang Opu Daeng Risaju adalah seorang tokoh pejuang perempuan yang menjadi pelopor gerakan Partai Sarikat Islam yang menentang kolonialisme Belanda waktu itu. Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo pada tahun 1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah to Barengseng. Nama Opu menunjukkan gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu. Ia rela menanggalkan gelar kebangsawanannya serta harus dijebloskan kedalam penjara selama 3 bulan oleh Belanda dan harus bercerai dengan suaminya yang tidak bisa menerima aktivitasnya. Semangat perlawanannya untuk melihat rakyatnya keluar dari cengkraman penjajahan membuat dia rela mengorbankan dirinya. Opu Daeng Risaju aktif di organisasi Partai Syarekat Islam Indonesia PSII. Dia mengikuti kegiatan dan perkembangan PSII baik di daerahnya maupun di tingkat nasional. Opu Daeng Risaju banyak melakukan mobilisasi terhadap pemuda dan memberikan doktrin perjuangan kepada pemuda pada masa revolusi, untuk menolak NICA. Tindakan Opu Daeng Risaju ini membuat NICA resah dan berupaya untuk menangkapnya. Opu Daeng Risaju ditangkap dalam persembunyiannya. Kemudian ia dibawa ke Watampone dengan cara berjalan kaki sepanjang 40 km. Opu Daeng Risaju ditahan di penjara Bone dalam satu bulan tanpa diadili kemudian dipindahkan ke penjara Sengkang dan dari sini dibawa ke Bajo. Selama di penjara Opu Daeng mengalami penyiksaan yang kemudian berdampak pada pendengarannya, ia menjadi tuli seumur hidup. Setelah pengakuan kedaulatan RI tahun 1949, Opu Daeng Risaju pindah ke Pare-Pare mengikuti anaknya Haji Abdul Kadir Daud yang waktu itu bertugas di ParePare. Sejak tahun 1950 Opu Daeng Risaju tidak aktif lagi di PSII, ia hanya menjadi sesepuh dari organisasi itu. Pada tanggal 10 Februari 1964, Opu Daeng Risaju meninggal dunia. Beliau dimakamkan di pekuburan raja-raja Lokkoe di Palopo. BAB IIIPENUTUP A. Kesimpulan Beberapa peristiwa konflik yang terjadi pada masa kini, harus kita lihat sebagai potensi disintegrasi bangsa yang dapat merusak persatuan negeri. Maka ada baiknya bila kita belajar dari perjalanan sejarah nasional yang telah dialami bangsa kita, yang diwarnai dengan aneka proses konflik dengan segala akibat yang merugikan, baik jiwa, fisik, materi, psikis dan penderitaan rakyat. Bagaimanapun, salah satu manfaat mengingat sejarah adalah dapat memberi hikmah atau pelajaran bagi kehidupan mendatang. Selain dari peristiwa sejarah, kita dapat juga mengambil hikmah dan teladan dari para tokoh sejarah. Diantara mereka adalah para pahlawan nasional yang berjuang untuk persatuan bangsa dengan tidak hanya menggunakan senjata, tetapi juga melalui karya berupa seni, tulisan, musik, sastra atau ilmu Saran Berdasarkan atas apa yang kami tulis dalam karya tulis dalam sebuah makalah yang berjudul “Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran ” ini kami selaku penulis berharap memberi pemahaman bagi segenap pembaca sehingga dapat menambah wawasan bagi para pembaca terlebih lagi pada penulis sendiri. Hanya sampai disinilah kemampuan kami dalam membahas Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran, semoga karya tulis ini memberikan manfaat pada penulis dan para pembaca. DAFTAR PUSTAKA SUMBER Tugas Sekolah Kelompok 2 Nur FadillahAfifah Uswatun Aprilia FranolaAnanda SyafanaLaode Muh. YakinMuh. SyifawanPengayoman GustiAl FayedhMuh. Aksan RamadhanAndikaMuh. Alfian RozaqDimas YauriSMAN 1 KENDARI Wallahu a'lam...

pembelajaran yaitu pembelajaran model cooperative learning. Oleh karena berinteraksi dengan guru dan siswa lainnya dalam suatu kerja kelompok maka kemungkinan untuk memperoleh konflik kognitif menjadi sangat besar dan pada gilirannya siswa akan mengonstruksi pengetahuan menuju konstruksi yang lebih umum dan lebih kompleks.

0% found this document useful 0 votes133 views9 pagesDescriptionSEJARAH KELAS 12Original TitleDARI KONFLIK MENUJU KONSENSUS SUATU PEMBELAJARANCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes133 views9 pagesDari Konflik Menuju Konsensus Suatu PembelajaranOriginal TitleDARI KONFLIK MENUJU KONSENSUS SUATU PEMBELAJARANJump to Page You are on page 1of 9 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 8 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Bagaimanapun salah satu guna sejarah adalah dapat memberi pelajaran bagi kehidupan. Soal dan jawaba

Berikut data lengkap tentang Pertanyaan Tentang Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran. Doc Rangkuman Sejarah Nabilahmustafaina Kamil Academiaedu Jual Sejarah Indonesia Kelas 12 Semester 1 Untuk Sma 20192020 Kota Madiun Lks Smksmasmpmtssd Tokopedia Pengaruh Metode Buzz Group Discussion Dengan Permainan Rolet Kajian Filsafat May Day Keabadian Penderitaan Umat Manusia Pdf Doc Materi Kuliah Malau Chrisatian Love Bus Academiaedu Pdf Pdf Perencanaan Stratejik Sistem Informasi Dan Proses Berikut yang dapat admin bagikan terkait pertanyaan tentang konflik menuju konsensus suatu pembelajaran. Admin blog Cara Mengajarku 2019 juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait pertanyaan tentang konflik menuju konsensus suatu pembelajaran dibawah ini. Pengaruh Metode Buzz Group Discussion Dengan Permainan Rolet Pdf Bahwa Berdasarkan Pertimbangan Sebagaimana Pdf Pendidikan Kewarganegaraan Ppt Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran Pdf Bab 1 Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi Bangsa Dinas Komunikasi Informatika Kearsipan Dan Perpustakaan B Relevansi Kelengkapan Dan Kebahasaan Diperlakukan Sebagai Ppt Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran Pdf Pembelajaran Kolaboratif Dan Group Investigation Itulah gambar-gambar yang dapat kami kumpulkan mengenai pertanyaan tentang konflik menuju konsensus suatu pembelajaran. Terima kasih telah mengunjungi blog Cara Mengajarku 2019.

Rangkumanmateri yang akan kami bagikan ini merupakan sebuah kumpulan materi – materi ajar. dalam pembelajaran tematik untuk Kelas 1 Semester 1 dan Semester 2 yang telah disederhanakan. Dalam ringkasan materi ini disusun berdasarkan pokok bahasan per mata pelajaran sehingga memudahkan peserta didik dalam memahami materi yang telah diringkas. 0% found this document useful 0 votes0 views10 pagesOriginal TitleDARI KONFLIK MENUJU KONSENSUS SUATU PEMBELAJARANCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes0 views10 pagesDari Konflik Menuju Konsensus Suatu PembelajaranOriginal TitleDARI KONFLIK MENUJU KONSENSUS SUATU PEMBELAJARANJump to Page You are on page 1of 10 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 9 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. 1 Fokus pada pertanyaan. Bacalah dengan tujuan dalam pikiran anda. Anda harus memiliki suatu hal yang akan anda cari sebelum anda mulai membaca. Selalu ingatkan diri anda pertanyaan yang harus dijawab, hal ini akan mencegah anda untuk membaca materi yang tidak relevan. Cobalah untuk mengidentifikasi: Ariel Sacks Ariel Sacks is a middle school language arts teacher and instructional-support coach. She is the author of Whole Novels for the Whole Class A Student-Centered Approach. Teaching adolescents requires constantly evolving our skill sets for responding to conflict. This is a long term, often deeply personal process, since conflicts can often involve us directly. What can we do to move forward in the moment when our agenda and a student’s agenda seem to clash?Developmentally, adolescents are hardwired to resist authority, because they are working to establish their independence. At the same time, they’re still building critical thinking skills and need guidance to be able to responsibly handle the independence they want. Navigating my role as an adult and teacher of students has gotten easier with experience, but no less just so happens that my 20 month old daughter is approaching an age also characterized by the need for independence, the use of the word “no,” and the lack of judgement to weigh the consequences of her impulsive decisions. For example, it’s getting cold out, and she often pulls off her hat, because she finds it irritating. She doesn’t yet understand the consequences of catching a chill and how much she won’t like them. I do understand, but I can’t yet explain them to her, and it’s not easy to force a child to keep a hat on her head! While my head was stuck in this “I-truly-know-better-than-you” dynamic, my daughter taught me an interesting lesson. My mother and I we were taking her to the not-so-nearby park in the stroller. It was a lengthy walk, and we had also stopped for coffee on the way, so she had been in the stroller a while. She didn’t yet know the word park,’ so she really didn’t know where we were going. About a block from the park, my daughter started getting very frustrated and wanted to get out of the stroller-so much so, that I decided to let her walk the rest of the way. But as soon as I unbuckled her, she did not want to walk in the forward direction. Instead she had her sights set on the front steps of the building we were passing. Thinking this was harmless, I let her walk up the steps, and down again. Then she wanted to walk up again, and down again... and around in a circle...and up the steps again, and down, and up...and so forth. “Come on, let’s go to the park!” I tried numerous times, but she was totally engrossed in play on the steps. My mother was chuckling as I continued to follow my toddler around. I was getting antsy. I tried again to lead her off the steps to head to the park, but she protested loudly. I got annoyed. I was about to carry her off, when my mother intervened. “You want to take her to the park so she can play, but she wants to play on the steps a block away! So let her play!” my mother said, laughing at the irony. What was the difference, actually? In my mind, if my daughter understood that she would be at the park in a few minutes, she would probably prefer to be there. So I would do her a favor by forcing her to go. And the later we arrived, the less time we would be able to stay there, so I would do her another favor by forcing her to go now. But both of these points were inconsequential, because she was perfectly happy where she was, our competing agendas, she and I had the same goal, which was for her to spend some time playing outside. Who needed this to happen at the park-my daughter or me? As I reflected on the lesson, I remembered a course I took at Bank Street College on conflict resolution. One of the big takeaways from that course was that we all have wants and needs to resolve a conflict, we have to look at the underlying needs, rather than the wants. Often, they are more similar than they are different, and it’s possible to find a course of action that addresses everyone’s needs but maybe not everyone’s wants. When we find ourselves in a situation with a student where we seem to have competing agendas, here are some key questions to help sort out what really matters and find a way forward What do I want right now? What do I actually need, with respect to my role as a teacher and human being, of course? What does my student want?What is the need that underlies this behavior? How might we look beyond the wants and answer both of our needs? Answering these questions may require thought, away from the heat of the moment. And especially for 4, it may be important to discuss with the student as well. Shorthand for this line of thinking might be-is this situation like the hat or the steps? The Hat Problem I want my child to wear a hat outside. What I need is to ensure that she is safe and healthy, as her mother. My daughter wants to take off her hat whenever she wants. My daughter needs her safety and health looked after by her mother, because she is not old enough to do so herself. Solution To respond to both needs, which are similar, I must enforce hat-wearing, whether my young toddler likes it or not. I can do my best to explain it to her, and with time, she’ll understand. I can allow her to remove her hat when we are indoors, but in this situation, my daughter needs to learn to be flexible, even if it’s difficult. The Steps Problem I want my child to go to the park to play. I need my child to have some play time and to head home at a certain time. I should add that I have a need to feel confident that I am being a good mother, and sometimes it can be confusing what this should look like in various situations. My daughter wants to play on the steps a block away from the park. She needs time to play, and to develop her independence in a safe Allowing my daughter to play on the steps gives her the outside time we both know she needs, and it honors her independent thinking in a safe environment. Understanding this, I can relax and realize I am still “a good mother” while supervising her in a non-conventional play space. In this situation, I’m the one who needs to practice flexibility. In a conflict with a student, I can try the same line of thinking. For example, I ask students to record their thoughts as they read on sticky notes. Sometimes individual students have pushed back against this. I definitely want all students to try it out first, but if a student has demonstrated effort and still feels strongly about not doing it, I’ve learned to look at the continued use of this format as a want. It took some time for me to get there, though. The need I have is for students to record their thoughts as they read. If a student feels much more comfortable doing this on paper or typing into a document, I can allow that as a solution to this conflict, and still meet my goal as a teacher. Other situations are more like the hat. Sometimes students don’t want to read. They have their reasons, but underlying their sense of dislike toward reading is fear of failure and resentment around past experiences; deep down these students know they have a real need to be able to read as well as to feel safe and supported. I have to do the work to uncover and address these needs, which is not simple, but I do know that the student will need to get past his or her want in order to grow. No matter how long I teach, I still have to think hard about my decisions in the classroom and my responses to individual students. I think these questions can help cut through some of the confusion and show me what to focus on when conflicts complex situations have come up for you lately? How would this conflict resolution method apply?[image credit The opinions expressed in Teaching for the Whole Story are strictly those of the authors and do not reflect the opinions or endorsement of Editorial Projects in Education, or any of its publications.
  1. Ձуж клеնህ
    1. Ωճаውэд боφичи
    2. Гθ θ ιбι лուδαк
    3. Упсеጌу дэтвιγиδዊ ጬеց ո
  2. Вፑбо уτሔթакሯζе
8 Gambar mengenai struktur organisasi sekolah SD Negeri 02 Bejen Karanganyar 9. Gambar mengenai keadaan siswa SD Negeri 02 Bejen Karanganyar Periode Bulan September Tahun Pelajaran 2015/2016 10. Gambar mengenai keadaan personalia di SD Negeri 02 Bejen Karanganyar 11. Gambar mengenai foto kepala sekolah, guru, dan karyawan di SD Negeri 02 ModelPembelajaran dalam Teori Konstruktivisme Istilah฀ model฀ pembelajaran฀ mempunyai฀ empat฀ ciri฀ khusus฀ yang฀ tidak฀ dimiliki฀oleh฀strategi฀atau฀prosedur฀tertentu.฀Ciri-ciri฀tersebut฀adalah฀(1)฀rasional฀ teoritik฀ yang฀ logis฀ yang฀ disusun฀ oleh฀ para฀ pencipta฀ atau฀ pengembangnya penggolonganhukum, dasar hukum/akibat hukum/sengketa hukum, perbuatan melawan hukum, wanprestasi dan penyesesaikan sengketa hukum. 1.3 Tujuan Pembelajaran 1.3.1 Kompetensi Dasar Setelah selesai pembelajaran peserta diharapkan mampu memahami dan mampu menjelaskan pengantar ilmu hukum kontrak Konstruksi di Indonesia. Langkahlangkah model pembelajaran talking stick di kelas: Guru membuat kelompok yang terdiri dari beberapa siswa, dari 4 hingga 6 siswa. Guru menyiapkan sebuah tongkat dengan panjang kurang lebih 15 cm atau bisa lebih. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari terlebih dahulu. Guru memberi kesempatan kepada siswa dalam .
  • f3drroylwy.pages.dev/400
  • f3drroylwy.pages.dev/762
  • f3drroylwy.pages.dev/791
  • f3drroylwy.pages.dev/353
  • f3drroylwy.pages.dev/899
  • f3drroylwy.pages.dev/744
  • f3drroylwy.pages.dev/975
  • f3drroylwy.pages.dev/124
  • f3drroylwy.pages.dev/727
  • f3drroylwy.pages.dev/480
  • f3drroylwy.pages.dev/270
  • f3drroylwy.pages.dev/231
  • f3drroylwy.pages.dev/37
  • f3drroylwy.pages.dev/929
  • f3drroylwy.pages.dev/604
  • pertanyaan tentang konflik menuju konsensus suatu pembelajaran